Ikan Arwana Ditangkar Dalam Hutan Lindung di Pekanbaru

iklan 1

iklan 1

Entri yang Diunggulkan

HILANG KE LIANG

Sajak: Luzi Diamanda Bumi meminta anaknya kembali ke pelukan hilang, ke liang.. kala cangkul meratakan tanah akhir bersama rapal doa-doa men...

Ikan Arwana Ditangkar Dalam Hutan Lindung di Pekanbaru

Luzi Diamanda
Kamis, 27 Mei 2010

PEKANBARU-Jika tak datang ke lokasi pastilah kita tidak akan menduga, di dalam kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru, Riau, terletak sebuah perusahaan penangkaran ikan arwana, ikan mahal bernilai ekspor. Bahkan disekelilingnya, juga telah disulap menjadi perkebunan dan pemukiman. Beragam bangunan terlihat. Ya, benar benar tidak menggambarkan kawasan hutan lindung.

Bukan hanya itu, puluhan badan jalan membentang ke berbagai arah dalam hutan lindung ini. Salah satunya menuju kawasan Penangkaran Ikan Arwana PT Salmah Arwana Lestari (PT SAL). Tentu saja tidak bebas masuk ke kawasan ini.

Kawasan hutan lindung yang dijadikan lokasi penangkaran ikan arwana ini berjarak sekitar 40 kilometer arah Utara kota Pekanbaru. Memasuki kawasan hutan lindung menuju lokasi, layaknya seperti lokasi perkebunan biasa. Kita mengetahui adapenangkaran arwana karena melihat papan merek dari batu bertulisakan PT SALMAH ARWANA LESTARI. Esport And Breeding For Arwana. Di pintu gerbang PT SAL, terlihat 3 penjaga (satpam) yang berdiri sangar.

Di dalam ada sekitar 34 kolam dan laboratorium pembibitan dan pembesaran ikan arwana. Lokasi ini menjadi ramai didatangi, terutama oleh wartawan, sejak berita yang dilansir media berdasarkan pernyataan Mantan kabareskrim Mabes Polri, Susno Duadji, yang menyebutkan adanya dugaan mafia hukum atas sengketa arwana di Pekanbaru, yang melibatkan sejumlah petinggi.

Kerjasama Amo dan Ho Kuan

Heboh pembibitan Arwana ekspor di Pekanbaru ini, berawal dari kerja sama antara Anwar Salmah alias Amo, 61 tahun, warga Jalan Nangka Pekanbaru, Riau, dengan Ho Kian Huat, warga dan pengusaha Singapura. Keduanya pertengahan 1992 lalu mendirikan perusahaan bernama CV Sumatera Aquaprima yang kemudian berganti menjadi PT Sumatera Aquaprima Buana. Dalam kesepakatan keduanya, masing masing sepakat Ho Kian Huat menyiapkan modal pendirian perusahaan penangkaran ikan Arwana. Ho Kian Huat juga menyiapkan bibit dan induk ikan arwana, yang didatangkan dari Singapura.

Awal tahun 1992 hingga tahun 2000, Ho Kian Huat setor sekitar 11 Juta dolar Singapura. Dana itu, dimaksudkan untuk pembuatan lokasi penangkaran arwana, yang disepakati di Desa Muara Fajar Kecamatan Rumbai Pekanbaru. Singkatnya, di atas lahan seluas 20 hektar itu, Anwar Salma alias Amo membangun lokasi penangkaran dan pembesaran ikan arwana, tujuan eksport.

Malah, selang sekitar setahun kemudian setelah perjanjian itu, Ho Kian Huat juga mengirimkan 1549 ekor anak ikan arwana jenis super Red, Cros Black Golden serta Golden Red. Anak anak ikan dan induk ikan arwana ini, diangkut ke Pekanbaru melalui jalur laut. Nilai bibit dan induk arwana itu, ditaksir seharga Rp. 32 Miliar. Itu artinya, nilai modal, uang dan bibit, yang dikirim Ho Kian Huat kepada Anwar salmah Alias Mao, ditaksir hingga sebesar Rp 132 Miliar. Awalnya hubungan keduanya berjalan lancer.

Arwana hasil penangkaran itu oleh Salmah Anwar alias Amok , dikirim ke Singapura. Dari sana, melalui perusahaan Rainbow Aquarium Pte. Ltd di Singapura, Ho Kian Huat kemudian menjual hasil penangkaran arwana itu ke-sejumlah negara, antara lain Cina, Jepang, Amerika dan ke Eropa. Hingga awal tahun 2002, hubungan bisnis keduanya berjalan lancar. Sampai disini tidak masalah.

Belakangan masalah muncul. Anwar Salmah, kelahiran Selat panjang, Bengkalis Riau itu, merubah nama perusahaan menjadi PT Salmah Arwana Letari (PT SAL). Hasil hasil penangkaran langsung dijual (dieksport) oleh Anwar Salmah alias Amo sendiri. Dua kali sebulan, PT SAL eksport langsung arwana, tanpa melalui Ho Kian Huat di Singapura. Inilah awal sengketa keduanya.

Karena hai ini Ho Kian Huat kemudian melaporkan Anwar Salmah alias Mao ke Bareskrim Polri di Jakarta. Anwar Salmah alias Amo oleh pengacara Ho Kian Huat, Haposan Hutagalung & Partner, dituding telah melakukan pidana penipuan dan penggelapan. Laporan Ho Kian Huat tercatat di mabes Polri dengan pengaduan No Pol. TBI/S7/II/2008/Siaga tertanggal 10 Maret 2008. Laporna ini kemudian disidik Direktorat I Unit V Bareskrim Polri di Jakarta.

Bertahun, kasus ini kemudian mengendap. Berulang – kali laporan Ho Kian Huat bolak balik dari penyidik ke Kejaksaan (P19). Malah, sebagaimana yang disebutkan pengacara Haposan Hutagalung & Partners dalam suratnya, kasus laporan ini di peti-eskan. Menurut pengacara Haposan, sebagaimana yang disebutkan melalui surat tertanggal 3 Pebruari 2010, kasus laporan penggelapan Ho Kian Huat ini, diintervensi oleh salah seorang PERWIRA TINGGI Mabes Polri untuk di SP3 kan.

Hal ini tertulis jelas dalam surat Haposan kepada Duta Besar Singapura di Jakarta, yang menuliskan, : “ tersangka Anwar Salmah alias Amo terlibat dalam jaringan mafia hukum yang mencoba mengatur dan mempengaruhi proses penyidikan dan pra penuntutan hingga nyaris di dihentikan (Di SP 3) karena intervensi dari oknum Perwira Tinggi Mabes Polri,”


Sebelumnya, tidak lama setelah laporan Ho Kian Huat melalui pengacara Haposan ini masuk, masih di bulan yang sama, Anwar Salmah alias Amo, melalui pengacaranya Jhony Irianto SH, juga melaporkan dan membawa Ho Kiat Huat ke Bareskrim Polri. Anwar Salmah melaporkan Ho Kiat Huat melakukan pencemaran nama baik. Anwar Salmah juga membawa kasus penangkaran arwana ini ke ranah perdata.

“Kita tidak mau dituding melakukan penggelapan. Makanya, kita laporkan saudara Ho Kian ke Polri juga. Itu pencemaran nama baik, “ ujar pengacara Anwar Salmah alias Amo, Jhony Irianto SH, via telpon.

Saat ditelpon GATRA, Jhony Irianto menyebut, kecuali pencemaran nama baik, pihaknya juga membawa kasus sengketa perusahaan ini ke peradilan. Soal bisnis itu, kata Jhony, jelas masuk ranah perdata. Kasunya di bawa ke PN Jakarta Selatan.

Kasus perdata ini kemudian berlanjut. Hingga majelis hakim mengeluarkan keputusan, bahwa PT SAL adalah milik Anwar Salmah alias Amo. Dengan menangnya kasus perdata PT SAL Anwar Salmah, itu artinya laporan dugaan penggelapan mestinya batal demi hukum. Status Anwar Salmah alias Amok, tidak lagi tersangka.

“Malah untuk tingkat banding di Pengadilan Tinggi, kita juga menang atas sengketa bisnis kasus perdata ini, “ ujar Jhony Irianto.

Soal tudingan mantan Kabareskrim Polri Susno, atas adanya mafia hokum, Jhony Irianto menyebut tidak akan berkomentar atas masalah dimaksud. Menyangkut intervensi atau hal lain, kata Jhony, itu bukan ranah tanggungjawabnya.

“Soal itu no coment, saya tidak mengetahuinya,” ujar Jhony Irianto.

Saat ditanya kenapa lamban sekali penangganan kasus pidana penggelapan sebagaimana yang dilaporkan Ho Kian Huat, menurut Jhony Irianto, itu urusan Mabes Polri. Meski kasus dan objek perkaranya sama, namun, ada perbedaan keduanya, antara laporan Haposan dan laporan Jhony Irianto. Masing masing pidana dan perdata.


Penjelsan Haposan Lewar Surat
Sementara itu penasehat hukum Ho Kian Hoat, Haposan Hutagalung melalui pada tanggal 3 Februari 2010 berkirim surat kepada Duta Besar Singapura di Jakarta, Haposan mengungkapkan dugaan adanya jaringan mafia hukum dalam proses kasus, yang mencoba mengatur dan mempengaruhi proses penyidikan hingga kasus itu nyaris dihentikan (SP-3).

Haposan juga menduga adanya intervensi dari oknum perwira tinggi Mabes Polri dalam kasus itu. Akibatnya, Ho Kian Giat sempat dicekal oleh Dirjen Imigrasi Depkum Ham RI atas permintaan Penyidik Unit I Direktorat I Bareskrim Polri.

Ho Kian Huat menggugat karena Amo mengklaim uang modal pembuatan penangkaran arwana di Pekanbaru, diberikan penggugat tahun 1992 hingga 2000. Awalnya, keduanya sepakat untuk menjual hasil arwana melalui Ho Kian Huat di Singapura, tapi belakangan Amo malah langsung mengekspor arwana ke Cina, Jepang dan Amerika Serikat.

Jumlah kerugian yang dilaporkan Ho Kian Huat antara lain modal dana pembelian lahan dan pembuatan kolam penangkaran ikan serta fasilitas lainnya sebesar 11.515.511 dolar Singapura.

Selain itu, terdapat juga kerugian korban, yakni dana pengadaan indukan ikan arwana yang diimpor dari Malaysia dan Singapura berjumlah 1.549 ekor dengan total nilai Rp32.475.000.000.


Kepala BKSDA Riau
Izin di Luar Kawasan Tahura

Sementara itu, Kepala Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau, Trisnu Danisworo saat dikonfirmasi lewat telpon menyatakan, penangkaran ikan arwana yang dilakukan PT Salmah Arwana Lestari (SAL) memang ada izinya. Tetapi izin yang diberikan BKSDA adalah di luar kawasan konservasi Tanaman Hutan Raya dan bukan di dalam kawasan konservasi tersebut.

Kata Trisnum arwana adalah ikan yang dilindungi Undang-undang (berdasarkan SK Menteri Pertanian No.716/Kpts/Um/10/1980, SK Dirjen PHPA No. 07/Kpts/DJ-VI/1988, Instruksi Dirjen Perikanan No.IK-250/D.4.2955/83K, SK Menteri Kehutanan No.516/Kpts/II/ 1995 dan PP No.7 tahun 1999).

Karena itu untuk kegiatan perdagangan ke luar negeri jenis ikan arwana dapat dilakukan oleh badan usaha yang telah memiliki izin sebagai pengedar ikan arwana ke luar negeri. Izin sebagai pengedar ikan arwana ke luar negeri diterbitkan oleh Direktur Jenderal perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan.***Luzi Diamanda