Niar, Tumbal Sawit Koto Cengar

iklan 1

iklan 1

Entri yang Diunggulkan

HILANG KE LIANG

Sajak: Luzi Diamanda Bumi meminta anaknya kembali ke pelukan hilang, ke liang.. kala cangkul meratakan tanah akhir bersama rapal doa-doa men...

Niar, Tumbal Sawit Koto Cengar

Luzi Diamanda
Sabtu, 07 Agustus 2010


KUANSING-Area kebun sawit di Desa Cengar, Kenagarian Pucuk Rantau, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, Selasa (8/11) siang, sontak hiruk oleh pekikan, teriakan, tangisan dan letusan peluru. Sejenak kemudian, Niar tepatnya Yusniar, telentang bersimbah darah. Dadanya tertembus peluru dan maut sesaat itu juga menjemputnya. Puluhan yang terluka mengerang, meringis, menahan perih.

Suka cita yang tadi berseling gelak tawa sirna sudah. Niat mendapatkan rezeki dari memanen sawit punah. Yusniar dan teman-teman yang hendak melangkah pulang usai memanen sawit tak menyangka kalau maut menunggunya di kebun yang awalnya diharapkan akan memberikan rupiah demi rupiah ke kantongnya dan kantong warga desa Cengar lainnya.

Bahkan semestinya panen ini belum usai, seperti yang dicerikan Joni (40) kepada GATRA, salah seorang warga yang selamat dari amukkan peluru panas. Saat memanen, kata Joni, ada kabar bahwa beberapa warga Desa Cengar ditangkap aparat karena memanen sawit. Takut terjadi apa-apa, maka warga desa lainnya yang kebanyakan kaum wanita disuruh pulang.

Ternyata dalam perjalanan pulang mereka dihadang aparat. Karena memang habis memanen sawit, warga masih membawa alat panen sawit seperti seperti golok ditangannya dan aparat mengira warga akan menyerang mereka. Memang sempat terjadi saling serang karena warga dikejar aparat, sampai akhirnya terjadi penembakan. Kocar kacir lah semua dan saat itulah terdengar tembakan, lalu Yusniar tewas, saat mencoaba lari ke dalam kebun sawit.

Menurut Joni, kebun sawit inilah pangkal bala segala permasalahan. Menurut salah seorang warga Desa Koto Cengar ini, panen yang dilakukan warga karena kesal. Warga melalui Koperasi Unit Desa (KUD) Prima Sehati bekerjasama dengan PT Tri Bakti Sarimas (TBS). Awalnya, masyarakat yang menjadi anggota KUD bekerjasama menanam kelapa sawit. Petani KUD Prima Sehati menyediakan lahan seluas 9.300 hektare dan PT TBS yang melakukan penanaman hingga sawit bisa dipanen. Kerjasama ini dimulai sejak tahun 1998.

“Tapi kami baru bisa memetik hasil kebun ini tahun 2008, setelah menunggu enam tahun. Kala itu hasil panen yang diberikan PT TBS hanya Rp70 ribu/bulan, untuk lahan seluas dua hektar. Padahal saat itu kelapa sawit yang sudah berumur 10 tahun bisa menghasilkan uang Rp 4 juta,” kata Joni.

Warga lain, Congar, menyatakan, selama dua tahun hingga 2010, petani pemilik lahan menerima harga yang ditetapkan peusahaan. Tetapi lama-lama warga juga menerima informasi dari pihak lain kalau harga tersebut sangat rendah sekali. Maka petani pun mulai mempertanyakan harga yang sebenarnya ke TBS. Komplain warga soal murahnya harga yang diterima ini kemudian memicu silang sengketa. Petani yang adalah anggota KUD beberapa kali coba membicarakan harga hasil panen dengan PT TBS. hanya saja perusahaan sama sekali tidak menggubrisnya. Mulailah petani melakukan demo, untuk menuntut hal mereka. Bahkan sejak dua pekan lalu para petani memblokir jalan di areal plasma sehingga panen oleh pihak PT TBS menjadi terhenti.

Sejak Mei lalu, sudah terjadi dua kali demo. Demo pertama dilakukan petani di depan pabrik PT TBS yang juga berakhir dengan bentrokan. Saat itu polisi juga membubarkan paksa aksi demo dengan melepaskan tembakan. Akibatnya, seorang petani (wanita dan sudah tua), terluka karena terinjak saat petani lari menyelamatkan diri.
“Demo ini berisi runtutan agar perusahaan mengembalikan lahan karet kami yang sekarang menjadi lahan sawit,” kata Joni.

Puncaknyam ya pada Selasa pagi tersebut saat ratusan petani KUD Prima Sehati memanen sendiri kelapa sawit plasma di areal yang disengketakan. Tentu saja pihak perusahaan berupaya menghentikan upaya paksa petani ini dengan mendatangkan aparat Brimob dari Polres Kuansing.

Sebetulnya panen ini sudah dilakukan warga selama 12 hari, termasuk pada saat yang bersamaan warga memblokade jalan masuk menuju pabrik yang menyebabkan kegiataan pabrik PT TBS terganggu.

Penjelasan PT TBS
Sementara itu, Gunawan, Direktur Operasi PT TBS yang dihubungi via HP mengungkapkan, bentrok yang menyebabkan kematian Yusniar tidak akan terjadi jika petani plasma anggota KUD sabar. Gunawan membenarkan PT TBS telah bekerja sama dengan KUD Prima Sehati mengelola lahan karet rakyat yang dijadikan kebun plasma seluas 9.300 hektar. Lahan ini terletak di 10 desa, seperti Desa Pangkalan, Muara Petai, Sungai Besar, dan Koto Cengar.

Kata Gunawan, sebetulnya penanaman awal justru dimulai di Desa Pangkalan pada tahun 1998. Baru pada tahun 2003 penananaman dilakukan di Desa Koto Cengar. Ternyata tanaman banyak mendapat gangguan hama dan serangan gajah sehingga luas produktif hanya tinggal 7.600 hektar.

Dalam perjanjiannya, kata Gunawan, pihaknya membiayai seluruh pertanaman, pemeliharaan sampai panen. Namun, bila sudah panen, hasilnya akan dikelola oleh koperasi setelah dipotong pembayaran kewajiban kepada perusahaan. Pendapatan petani tentu berbeda-beda, bergantung pada usia tanam, kondisi topografi, letak geografis, dan tingkat serangan hama.

Untuk Desa Pangkalan yang ditanam pada tahun 1998, petani sudah mendapat bagian sampai Rp 1 juta tanpa bekerja sama sekali. Adapun petani Desa Koto Cengar yang penanaman baru dilakukan tahun 2003 sebenarnya belum mendapat bagian karena kewajiban membayar mereka lebih besar daripada produksi yang diperoleh.
“Tanaman mereka masih berusia muda, hasil produksinya masih kecil, dan medannya berbukit-bukit. Yang diterima masyarakat adalah bantuan dari perusahaan agar petani mendapat hasil walaupun jumlahnya kecil,” katanya.

Menurut Gunawan, soal didatangkannya polisi ke perkebunan, disebabkan gerakan petani memblokir jalan masuk menuju ke lokasi perkebunan dianggap sudah menganggu. Apalagi mereka juga membakar 30 rumah karyawan.

“Kami memang meminta perlindungan polisi untuk berjaga-jaga. Polisi juga meminta agar petani tidak memanen kelapa sawit di lahan plasma karena itu milik koperasi. Selanjutnya kami tidak tahu apa yang terjadi di lapangan. Untuk masalah hukum, biarlah ditangani oleh polisi," kata Gunawan.

Penjelasan Kapolda Riau
Sementara itu Kapolda melalui Kabid Humas Polda Riau, AKBP Zulkifli kepada GATRA di kantornya Senin (13/6) menyatakan, Kapolda berjanji akan mengusut tuntas kasus ini dan siapa yang bersalah akan ditindak. Saat ini tim dari Polda Riau sudah beberapa hari berada dilapangan untuk mencari kebenaran, bagaimana kasus Kuansing Berdarah ini sampai terjadi.

“Pak Kapolda akan menuntaskan penanganan kasus yang terjadi di Kuansing ini. Jika ada kesalahan prosedur mereka yang melakukannya akan ditindak tegas. Saat ini memang kasus masih dalam penanganan,” ujar Zulkifli.

Sementara soal keberadaan aparat di lokasi menurut Zulkifli karena permintaan pihak perusahaan yang merasa terancam dan tidak bisa berproduksi karena pintu masuk ke pabrik diblokir masyarakat. Tetapi tidak ada perintah untuk berpihak kepada perusahaan, karena aparat hanya bertugas menjaga keamanan.

Kapolda juga merasa prihatin dengan kasus ini dan meminta masyarakat juga ikut bersabar, hingga penyelidikan dari Polda Riau tuntas.

Saat ini Polda Riau juga direpotkan dengan demo yang dilakukan LSM dan mahasiswa yang meminta kasus ini secepatnya dituntaskan dan aparat yang bersalah supaya juga dikenakan sanksi sepantasnya.****Luzi D